Jumat, 03 Januari 2014

Bahaya Kembang Api

Entah dimana, kapan, dan siapa (pastinya) yang memulai tradisi pembakaran kembang api dan petasan dalam perayaan menyambut tahun baru. Yang pasti, sekarang ini, pembakaran kembang api dalam setiap pesta pergantian tahun seolah sudah menjadi “ritual” wajib. Keindahan warna-warni kembang api yang memenuhi langit dengan aneka bentuk yang mempesona dapat menjadi hiburan tersendiri dalam sebuah perayaan. 

Satu hal yang sebenarnya sudah diketahui (terutama oleh para ahli lingkungan), tetapi cenderung diabaikan, adalah bahwa pembakaran kembang api menghasilkan bahan pencemar udara yang berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan.

Kembang api adalah bahan peledak berdaya ledak rendah piroteknik yang digunakan umumnya untuk estetika dan hiburan. Kembang api menghasilkan empat efek primer: suara, cahaya, asap, dan bahan terbang (contohnya confetti). Kembang api dirancang agar dapat meletus sedemikian rupa dan menghasilkan cahaya yang berwarna-warni seperti merah, oranye, kuning, hijau, biru, ungu, dan perak.

Komposisi utama kembang api secara umum terdiri dari:

Binder. Binder berfungsi untuk agen pengikat sehingga seluruh bahan pembuat kembang api dapat dijadikan campuran berbentuk pasta. Binder yang sering dipergunakan adalah dextrin.

Oksidator. Oksidator diperlukan sebagai penghasil oksigen untuk memulai proses pembakaran. Bahan oksidator yang dipakai biasanya dari golongan nitrat, klorat, ataupun perklorat

Reduktor. Reduktor bereaksi dengan oksigen yang dihasilkan oleh oksidator membentuk gas yang bertemperatur tinggi dan mengembang dengan cepat. Reduktor yang dipakai biasanya adalah belerang dan karbon.

Fuel. Karbon atau thermit umumnya dipakai sebagai fuel pada kembang api. Fuel akan melepaskan elektron pada oksidator. Menyebabkan oksidator tereduksi, selama proses ini berlangsung maka akan terjadi ikatan antara fuel dan oksigen membentuk produk yang lebih stabil, peristiwa pembakaran ini hanya memerlukan sedikit energi agar reaksinya berlangsung, dan ketika proses pembakaran dimulai maka akan dihasilkan energi yang cukup banyak untuk melelehkan dan menguapkan material lain sehingga terjadi percikan api yang menyebabkan terbentuknya cahaya kembang api.

Regulator. Logam biasanya ditambahkan untuk mengatur kecepatan terjadinya reaksi pada kembang api. Semakin besar luas permukaan logam maka semakin cepat reaksi akan berlangsung.

Setiap satu (porsi) natrium nitrat dibakar akan dihasilkan 1,5 porsi oksigen (O2) dan setiap satu porsi kalium klorat dibakar dihasilkan 2 porsi oksigen (O2). Lihat persamaan reaksi di bawah ini.

2NaNO3 (s) —> 2NaNO2 (s) + 3O2 (g)

KClO4 (s) —> KCl(s) + 2O2 (g)

Oksigen (O2) yang terbentuk tadi kemudian direduksi oleh sulphur (S) dan arang (C) menjadi gas belerang/sulphur (SO2) dan gas karbon dioksida (CO2) sesuai persamaan reaksi berikut.

O2 (g) + S (s) —> SO2(g)

O2 (g) + C(s) —> CO2(g)

Jika anda tidak tahu, SO2 adalah gas penyebab hujan asam karena SO2 dapat bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfat. Sedangkan CO2 adalah gas yang biasa disebut gas rumah kaca (green house gas) dapat memerangkap panas sehingga menimbulkan efek rumah kaca (green house effect) yang berakibat meningkatnya suhu atmosfer.

Jika negara miskin seperti negeri kita saja menghabiskan sedikitnya 10 ton kembang api, dengan asumsi perbandingan nitrat dan klorat sama besar, maka kita menyumbang pencemar ke udara berupa gas belerang (SO2) sebanyak 7,5 ton dan gas karbondioksida (CO2) sebanyak 10 ton. Bayangkan, bila di seluruh dunia ada 150 negara saja membakar kembang api sejumlah itu maka sedikitnya 1125 ton gas sulfur dan 1500 ton karbondioksida lepas ke atmosfer hanya dalam semalam.

Paparan diatas baru menyangkut bahan peledak kembang api saja. Untuk menimbulkan cahaya yang berwarna warni saat kembang api meledak di udara, maka pada bahan-bahan dasar ditambahkan lagi bahan-bahan logam (metal).

Beberapa jenis atom (dalam bentuk senyawa kimia masing-masing) yang digunakan untuk membuat warna-warna dalam kembang api adalah sebagai berikut:
  • Merah didapat dari stronsium (paling sering dipakai) untuk membuat cahaya berwarna crimson (merah tua keunguan)
  • Kalsium untuk membuat warna merah kekuningan
  • Lithium untuk membuat warna kuning hijau terang
  • Hijau didapat dari barium (paling sering dipakai) untuk membuat warna hijau kekuningan
  • Tembaga untuk membuat warna hijau zamrud
  • Telurium untuk membuat warna hijau rumput
  • Thalium untuk membuat warna hijau kebiruan
  • Seng untuk membuat hijau keputihan
  • Biru didapat dari tembaga (paling sering dipakai) untuk membuat warna azure (biru langit cerah)
  • Arsenikum, Timbal atau Selium digunakan untuk membuat warna biru muda
  • Ungu didapat dari cesium untuk membuat warna ungu kebiruan
  • Kalium untuk membuat warna ungu kemerahan
  • Rubidium untuk membuat warna ungu
Melihat berbagai bahan kimia yang menjadi campuran dalam pembuatan kembang api, tentu menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan. Asap dan debu kembang api mengandung sisa-sisa logam berat dan senyawa-senyawa kimia yang beracun dan membahayakan kesehatan. Senyawa-senyawa tembaga yang dipakai untuk menghasilkan warna biru dapat menghasilkan dioxin yang dapat menyebabkan kanker. Tingkat toksisitas residu kembang api juga ditentukan oleh banyaknya bubuk mesiu yang digunakan, jenis oxidizer, warna yang dihasilkan dan metode peluncuran kembang api. 

Kembang api juga mengandung senyawa perklorat yang sangat mudah larut dalam air. Bahkan dalam konsentrasi yang sangat rendah disuplai air minum, perklorat dapat menghambat pengambilan iodine oleh kelenjar tiroid. Penggunaan kembang api juga dapat meninggalkan sampah padat dari sisa-sisa penyalaan kembang api, baik yang mudah maupun yang sukar terurai. Sampah padat ini akan mengotori perairan maupun tanah/daratan tempat serpihan-serpihan tersebut jatuh. Kembang api juga berkontribusi terhadap terjadinya hujan asam.

Di atmosfer partikel-partikel tersebut bisa menjadi penghambat sinar matahari. Pembakaran tidak sempurna akibat api unggun dan kembang api yang terbuka bisa mengarah pada peningkatan jumlah partikel berjelaga diatas konsentrasi sehari-hari di perkotaan. Disamping itu partikel-partikel ini memiliki imbas yang lebih besar terhadap iklim karena masa tinggalnya di atmosfir lebih lama.

Dengan mahalnya biaya kesehatan dan dalam isu dunia tentang perubahan iklim serta Pemanasan Global, apakah kita masih enggan melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama dengan membakar kembang api?

Mari kita dengan bijak mengadakan perayaan dengan kegiatan yang lebih bermanfaat bagi pengembangan diri, orang lain, masyarakat atau kesehatan dengan memainkan permainan yang lebih ramah lingkungan dan bermanfaat bagi seisi dunia.

Sumber: 12

0 komentar:

Posting Komentar