Selasa, 14 Juni 2016

Tugas4_SS_AHDE_Kepailitan

Pengertian Kepailitan 
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak masa lampau, dimana para kreditor menggunakan pailit untuk mengancam debitor agar segera melunasi hutangnya. Semakin pesatnya perkembangan ekonomi menimbulkan semakin banyaknya permasalahan utang-piutang di masyarakat. Di Indonesia, peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak tahun 1905. Saat ini, Undang-Undang yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”).   
 
Syarat dan Putusan Kepailitan 
Bilamana suatu perusahaan dapat dikatakan pailit, menurut UU Kepailitan adalah jika suatu perusahaan memenuhi syarat-syarat yuridis kepailitan. Syarat-syarat tersebut menurut Pasal 2 UU Kepailitan meliputi adanya debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor baik konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Sedangkan utang yang telah jatuh waktu berarti kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihan sesuai perjanjian ataupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase. Permohonan pailit menurut UU Kepailitan dapat diajukan oleh debitor, satu atau lebih kreditor, jaksa, Bank Indonesia, Perusahaan Efek atau Perusahaan Asuransi.
 
Sejarah Dan Perkembangan Aturan Kepailitan Di Indonesia 
Masuknya aturan-aturan kepailitan di Indonesia sejalan dengan masuknya "Wetboek Van Koophandel "(KUHD) ke Indonesia.Hal tersebut dikarenakan Peraturan-peraturan mengenai Kepailitan sebelumnya terdapat dalam Buku III KUHD. Tetapi pada akhirnya aturan tersebut dicabut dari KUHD dan dibentuklah suatu aturan kepailitan yang baru yang berdiri sendiri. 
 
Aturan mengenai kepailitan tersebut disebut dengan Failistment Verordenning yang berlaku berdasarkan Staatblaads No. 276 Tahun 1905 dan Staatsblaad No. 348 Tahun 1906. Failisment Verordenning memilik banyak arti yang sangat beragam. Ada yang mengartikan kata-kata ini dengan Peraturan-peraturan Kepailitan (PK),dan masih banyak lgi menurut para ahli. 
 
Undang-Undang Kepailitan peninggalan pemerintahan Hindia Belanda ini berlaku dalam jangka waktu yang relatif lama yaitu dari Tahun 1905 -1998 atau berlangsung selama 93 Tahun.Pada tahun 1998 dimana Indonesia sedang diterpa krisis moneter yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus kepailitan terjadi secara besar-besaran dibentuklah suatu PERPU No. 1 tahun 1998 mengenai kepailitan sebagai pengganti Undang-undang Kepailitan peninggalan Belanda.Tetapi isi atau substansi dari PERPU itu sendiri masih sama dengan aturan kepailitan terdahulu. Selanjutnya PERPU ini diperkuat kedudukan hukumnya dengan diisahkannya UU No. 4 Tahun 1998.Selanjutnya dibentuklah Produk hukum yang baru mengenai Kepailitan yaitu dengan disahkannya UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran sebagai pengganti UU No. 4 tahun 1998.
 
Pihak pihak yang mengajukan pailit:
  1. Pihak Debitor itu sendiri
  2. Pihak Kreditor
  3. Jaksa, untuk kepentingan umum
  4. Dalam hal Debitornya adalah Bank, maka pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Bank Indonesia
  5. Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka pihak yang hanya dapat mengajukan permohonan pailit adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Dalam hal Debitornya adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Re-Asuransi, Dana Pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan Publik maka pihak yang mengajukan adalah Mentri Keuangan
Pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia memiliki ketentuan sebagai berikut:
  • UU No. 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran; 
  • UU No. 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas 
  • UU No. 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan 
  • UU No. 42 Tahun 1992 Jaminan Fiducia 
  • Pasal- Pasal yang Terdapat Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu Pasal 1131-1134 
  • Dan beberapa Undang-Undang Lainnya yang mengatur Mengenai BUMN (UU No.19 Tahun 2003), Pasar Modal ( UU No. 8 Tahun 1995), Yayasan (UU No.16 Tahun 2001 ) , Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992)
Contoh Kasus Pailit
JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam tiga tahun terakhir jumlah pabrik komputer di Indonesia terus menyusut. Dari semula 12 perusahaan, kini tinggal 5 perusahaan saja. Penerapan bea masuk nol persen bagi produk komputer jadi menjadi pemicu utamanya. Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan tersebut. Hal tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum Kadin bidang Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Didie W Soewondho di Jakarta, Selasa (15/3/2011). 
 
"Bagaimana tidak kolaps kalau bea masuk komputer jadi diturunkan hingga nol persen. Industri kita belum bisa bersaing. Mereka memilih menutup usaha daripada melanjutkannya dengan penjualannya sangat rendah," paparnya.
Beberapa merek lokal yang saat ini masih eksis adalah Zyrex, Advan, Byon, dan Ion. Membanjirnya produk komputer impor sekaligus komputer selundupan telah mengubah semangat industri menjadi semangat dagang. "Para pemilik usaha komputer lokal akhirnya hanya menjadi pedagang saja. Semangatnya untuk menjadi industrialis sudah padam," tuturnya. 
 
Menurut Didie, pemerintah seharusnya membebaskan bea masuk impor untuk komponen komputer. Namun yang terjadi, pemerintah justru menerapkan bea masuk sebesar 5-10 persen bagi komponen komputer rakitan. Padahal, pemain komputer rakitan sangat banyak dan hampir semuanya merupakan UKM.

Di Indonesia, jumlah UKM yang bergerak di perakitan komputer berkisar 5.000 unit. Sebagian besar komputer yang digunakan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, adalah jenis rakitan. "Kalau bea masuknya saja 5-10 persen, bagaimana mereka bersaing dengan komputer jadi yang bea masuknya nonpersen," katanya. 
 
Didie mengatakan, pihaknya akan segera melaporkan masalah tersebut ke menteri perekonomian. Dia berharap menteri perekonomian bisa berkoordinasi dengan kementerian yang terkait dengan kebijakan tersebut. Kebutuhan komputer di Indonesia per tahun mencapai 12 juta unit. Dari jumlah tersebut sebanyak 60 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri, baik rakitan maupun komputer jadi. Sisanya dari komputer impor, terutama dari China. Dibandingkan jumlah penduduk, yang sudah menembus 230 juta, angka penetrasi komputer di Indonesia masih sangat rendah, yakni berkisar 5 persen. "Ke depan, pangsa komputer masih sangat terbuka lebar. Di Thailand, penetrasi komputer tiap tahun sekitar 55 persen dari total jumlah penduduk," katanya.  
 
Menurut Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto, sektor industri komputer harus dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015. "Industri dalam negeri harus diperkuat. Jika tidak, pasar potensial kita akan diambil negara lain. Banyak negara yang mengincar pasar Indonesia karena potensi jumlah penduduk yang cukup banyak," ujarnya. Dia menambahkan, dengan kepemimpinan Indonesia di ASEAN saat ini seharusnya Indonesia bisa lebih banyak melakukan pembenahan internal untuk menyongsong masyarakat ekonomi ASEAN. "Jadi, fokusnya jangan hanya pada regional, tetapi juga internal sendiri," katanya.

SUMBER:
  • http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/03/16/10331922/Tujuh.Pabrik.Komputer.Lokal.Gulung.Tikar 
  • http://yandrapratama.blogspot.co.id/2012/05/pengertian-pailit.html 
  • http://www.hukumkepailitan.com/2012/01/04/pengertian-dan-syarat-kepailitan/

0 komentar:

Posting Komentar