Senin, 07 Januari 2013

JURNAL 3: LUARAN DAN ANALISIS

BAGAIMANA MENGELOLA KOPERASI
AGAR BERSTANDAR NASIONAL


Oleh:
Firdaus M. Yusuf


3.1. Hasil Kuesioner dan Wawancara
Dari hasil pengolahan kuesioner dapat dilihat adanya perbedaan persepsi untuk masing‐masing dimensi yang diukur antara pengurus dengan anggota Koperasi ABC (kondisi saat ini). Tabel 1 di bawah ini menyajikan perbedaan persepsi tersebut.

Tabel 1.  Perbedaan persepsi dalam kelima dimensi pengelolaan SDM Koperasi ABC
(kondisi saat ini) antara pengurus dengan anggota  

Tabel diatas terdiri dari aspek‐aspek MSDM koperasi seperti yang telah dijelaskan pada model konseptual sebelumnya. Untuk mempermudah visualisasi perbedaan persepsi dari lima dimensi diatas, gambar 1 berikut menampilkan polygon perbedaan persepsi pengelolaan Koperasi ABC saat ini antara pengurus dan anggota beserta penjelasannya.


Dimensi arah sasaran menunjukan adanya perbedaan persepsi antara pengurus dan anggota.  Perbedaan persepsi ini dapat  menghambat gerakan koperasi itu sendiri. Dari hasil verifikasi kuesioner dengan wawancara menunjukan bahwa masing‐masing pihak mempunyai tujuan yang berbeda atau pengurus gagal untuk mengkomunikasikan arah dan sasarannya kepada anggota koperasi. Dimensi kondisi organisasi, dari dimensi ini terlihat pada tabel diatas bahwa baik anggota maupun pengurus melihat susunan struktur yang dibuat sudah cukup baik, akan tetapi kinerja dan pemberdayaaan dinilai kurang. Sehingga masih banyak pembagian tugas yang belum jelas dan upaya untuk memanfaatkan sumber daya internal –pun masih dinilai kurang.  

Dimensi pengelolaan SDM, sifat keanggotaan yang terbuka, tidak adanya program karir, dan kurangnya manfaat dari penyuluhan menunjukan tumpulnya fungsi MSDM Koperasi ABC dalam hal perencanaan dan pemeliharaan. Dan sepertinya tugas‐tugas koperasi sangat dipercayakan kepada manajer, sementara upaya bersama dari pengurus dan anggota sepertinya belum menunjukan kontribusi yang signifikan kepada koperasi. Budaya koperasi yang seharusnya dibangun atas    asas kebersamaan dan kekeluargaaan  menjadi asas pemanfaatan. Hal ini terlihat dari jawaban anggota yang menilai kepentingan koperasi bukan sebagai tujuan utama atau tujuan bersama tetapi sebagai tujuan sekunder, dimana tujuan primernya adalah tujuan pribadi seperti mendapatkan pinjaman yang mudah dengan bunga serendah‐rendahnya. Sehingga keberlangsungan dan profitabilitas koperasi bagi anggota hanya menjadi tujuan sekunder. Tapi hal ini dapat menjadi alasan yang rasional jika koperasi tersebut memang tidak memperjuangkan    kepentingan anggota sehingga bagi anggota koperasi ini lebih kearah koperasi pengurus. Terlihat dari jawaban dimensi budaya pada tabel diatas D5, sebagian besar anggota (57%) menilai koperasi tidak memperjuangkan kepentingan anggota. Dimensi integrasi, pada dasarnya baik pengurus maupun anggota memiliki motivasi dan harapan yang tinggi ketika masuk koperasi. Akan tetapi terlihat muncul gap mengenai aspek pemenuhan kebutuhan. Aspek ini menunjukan kemungkinan adanya diskriminasi antara pengurus dan anggota. Akan tetapi loyalitas anggotapun dipertanyakan oleh pengurus.  

3.2. Hasil Studi Banding
Tabel 2 dibawah ini menyajikan perbandingan kondisi MSDM Koperasi XYZ  dengan Koperasi ABC berdasarkan lima dimensi penilaian dalam model konseptual.  


Tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar‐besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Koperasi dibangun dengan asas kekeluargaan dan sistem usaha mikro yang
berfungsi sebagai  ʺpintu masukʺ  (entry point) ke dunia usaha, yang lebih luas (Raharjo, 2005). Koperasi XYZ sejak awal telah mempunyai tujuan bersama yang spesifik. Kejelasan dari tujuan ini penting untuk menjaga aktivitas koperasi agar tetap pada koridornya. Kesamaan dalam tujuan ini membuat koperasi XYZ mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada. Usaha mikro yang ada saling bergabung untuk lebih memantapkan barisan, langkah ini secara signifikan mampu menambah daya saing koperasi. Berbeda dengan koperasi ABC yang sejak awal tujuannya bersifat umum sehingga dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang ada koperasi mengalami berbagai masalah internal. Sehingga tujuannya saling bertabrakan antara satu sama lain, bukan saling menguatkan malah saling melemahkan. Struktur organisasi koperasi XYZ bersifat fungsional. Optimalisai dari pemberdayaan anggota pada koperasi XYZ memang belum diukur, akan tetapi fungsi‐fungsi strategis pada organisasi telah berjalan dengan baik. Dan anggota memiliki kesadaran berperan dalam koperasi karena memilki kesamaan langkah dengan koperasi. Berbeda dengan koperasi ABC yang sering terjadi konflik antara pengurus inti dan kepala seksi maupun dengan anggota. Koperasi XYZ menggunakan pendekatan yang cenderung top down kepada para anggotanya. Disini peran manajer menjadi penting sebagai ujung tombak untuk mengarahkan program koperasi. Kondisi anggota yang relatif homogen dalam lingkup usahanya semakin memudahkan langkah koperasi dalam mencapai tujuan. Selain itu koperasi XYZ terbukti telah mampu menjadikan usaha mikro menjadi pintu masuk menuju usaha yang lebih besar bahkan mendunia. Koperasi ABC juga menggunakan pendekatan top down akan tetapi penerimaan dari anggotanya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat disebabkan karena koperasi dinilai belum mampu memberikan pintu masuk bagi para anggotanya sehingga posisi tawarnya dimata anggota masih lemah. Budaya kekeluargaan koperasi dikembangkan dengan membangun kesesuaian partisipasi yang terdiri dari 3 aspek yaitu sumber daya, pengambilan keputusan dan manfaat (Sunarto, 2004). Koperasi XYZ adalah koperasi yang sudah bersifat terbuka, pemanfaatan sumber daya terutama keuangan telah dilakukan secara optimal   dan anggota tetap memiliki peran yang dominan dalam menentukan keputusan. Hal tersebut merupakan indikasi telah terbentuknya budaya koperasi yang lebih maju dengan tetap menjaga ciri‐ciri koperasi itu sendiri. Sejak awal aktivitas usaha anggota telah beririsan dengan bentuk kegiatan koperasi XYZ,    hal seperti ini lebih memudahkan proses integrasi dalam koperasi. Dilain pihak pembagian SHU dilakukan setiap tahun sebagaimana halnya dividen. Bentuk koperasi yang terbuka menjadi tantangan tersendiri bagi koperasi untuk menjaga ciri khas koperasinya dalam pembagian dividen atau SHU.

4. Penutup
Dengan melihat masalah pengelolaan koperasi khususnya dalam konteks MSDM yang muncul di koperasi ABC, perlu dilakukan langkah‐langkah perbaikan. Pendekatan top down dan bottom up dapat dilakukan secara simultan untuk pencapaian tujuan bersama. Pendekatan top down akan menimbulkan kesan atasan dan bawahan sementara bottom up akan membiaskan tujuan karena banyaknya aspirasi dari para anggotanya. Komunikasi atau pendekatan yang dikembangkan dalam mencapai tujuan tidak bisa satu arah karena koperasi adalah milik bersama. Perbaikan komunikasi ini bisa dilakukan dengan meningkatan intensitas pertemuan antara anggota dan pengurus baik dalam
kegiatan yang formal maupun informal. Pengoptimalan program edukasi dengan mengadakan program pelatihan mandiri yang tepat untuk meningkatkan kemampuan teknis dan non teknis anggota. Program pelatihan mandiri akan lebih memberikan manfaat karena dikembangkan berdasarkan masalah yang dihadapi langsung oleh koperasi yang bersangkutan. Memprioritaskan sasaran‐sasaran koperasi secara tepat. Seringkali ditemukan perbedaaan persepsi antara pengurus dan anggota, hal ini terjadi karena pengurus dan anggota memiliki skala prioritas masing‐masing. Dengan demikian sasaran koperasi harus ditentukan secara tepat sejak awal.




0 komentar:

Posting Komentar