Senin, 07 Januari 2013

JURNAL 4: INDEKS PERFORMA PROGRAM PERKASSA


ANALISIS TIPOLOGI DAN POSISI KOPERASI PENERIMA
PROGRAM PERKASSA
STUDI KASUS DI SUMATERA SELATAN 


Oleh:
Johnny W. Situmorang 


INDEKS PERFORMA PROGRAM PERKASSA
Hasil analisis memunculkan performa pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera Selatan dengan IPI sebesar 2.72 dari skala 1-4, atau dengan tingkat pencapaian 68%. Hal itu berarti pelaksanaan Program Perkassa  berada pada kategori baik, namun masih di bawah keberhasilan secara nasional dengan IPI 2.8 atau pencapaian 72%. Meskipun IPI menunjukkan pelaksanaan Program Perkasa berada pada kategori baik, namun masih perlu melakukan pembenahan. Untuk dapat memberikan solusi atas berbagai faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan Program Perkassa, baik dalam upaya peningkatan hasil maupun  pembenahan ke depan, terungkap berbagai faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Program Perkassa.  
Faktor Pendukung adalah 1) psikososial anggota koperasi yang terdiri dari kebanggaan sebagai anggota koperasi, kepuasan sebagai penerima program, kepuasan mengembangkan usaha, dan rasa memiliki koperasi. 2) lingkungan usaha yang terdiri dari pengembangan ekonomi wilayah dan struktur pasar. 
Faktor Penghambat adalah 1) peningkatan kapasitas yang terdiri dari kurang pelatihan keterampilan usaha, kurangnya pendampingan usaha, dan kurangnya intensitas keterlibatan dalam pertemuan bisnis. 2) reputasi perusahaan yang terdiri dari kurangnya pengalaman berusaha dan belum menggunakan merek dagang. 3) kelengkapan sarana dan prasarana yang terdiri dari status kepemilikan kantor, terbatasnya perlengkapan kantor, dan belum menerapkan teknologi informasi.  4) kelembagaan, terdiri dari kurangnya jumlah anggota yang aktif dan produktif, terbatasnya cakupan wilayah kerja, dan pelaksanaan RAT yang belum sesuai.  Sedangkan kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan Program Perkassa, salah satunya, adalah koperasi yang baru terbentuk saat program ini digulirkan. Kondisi ini tentunya dapat menjelaskan bahwa kemampuan berorganisasi, mengelola suatu lembaga seperti koperasi, hingga ke pengelolaan usaha produktif, oleh para pengurus dan anggota koperasi masih belum cukup memadai.

ANALISIS SUKSES PELAKSANAAN PROGRAM PERKASSA
Sukses pelaksanaan Program perkassa dikategorikan dalam tiga sukses, yakni Sukses Penyaluruan Dana (SPD-1), Sukses Penggunaan Dana (SPD-2), dan Sukses Pengembalian Dana (SPD-3). Dalam pengembalian pinjaman, pada umumnya tingkat sukubunga yang menjadi beban anggota koperasi penerima program sangat tinggi, mencapai 24% per tahun atau 2% per bulan bukan menjadi faktor penghambat dalam program ini. Hal itu juga termasuk dalam Pola Syariah, dalam konsep dan perjanjian dinyatakan sebagai pembagian hasil, namun dalam praktek para Pihak tetap menghitungnya dengan membandingkan sukubunga kredit. Pada Grafik 1 terlihat, secara umum, pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera Selatan masuk dalam kategori baik, dengan Indeks Performa (IP) SPD-1 (2.98), SPD-2 (3.01), dan SPD-3 (2.89) dengan pencapaian masing-masing 74.5%, 75,25%, 72.23%. Pencapaian hasil pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera Selatan tersebut didukung oleh performa lembaga dan bisnis Kopwan. Manfaat Program Perkassa terhadap koperasi di Sumsel juga dapat dilihat pada Tabel 11. Dari beberapa variabel yang menjelaskan usaha dan lembaga koperasi di Sumatera Selatan terlihat adanya perbaikan koperasi. Nilai ekonomi koperasi, antara lain volume usaha, modal, SHU, dan cadangan naik sangat tinggi. Dengan adanya Perkassa, terjadi peningkatan volume usaha yang sangat tinggi setiap koperasi peserta program. Volume usaha meningkat sampai 94.45% yang menunjukkan semakin besarnya aktifitas bisnis koperasi penerima Perkassa. Juga, terjadi penurunan rasio biaya-volume usaha sebesar 17.43% yang menunjukkan semakin membaiknya pengelolaan bisnis koperasi. Sementara modal sendiri naik cukup rendah, hanya 0.82%, Khusus penyerapan tenagakerja, terjadi kenaikan yang sangat tinggi, mencapai 58.65% setelah adanya Perkassa. Kenaikan yang paling tinggi terjadi pada cadangan, sebesar 118.66% yang menunjukkan adanya akumulasi modal sebagai kekuatan ekspansi bisnis. Meskipun sebagian besar variabel menunjukkan peningkatan performa setelah adanya Perkassa, beberapa variabel menunjukkan  penurunan, yakni aset dan jumlah anggota koperasi.

SUKSES PENYALURAN DANA
Gambaran sukses penyaluran terlihat pada Gambar 2 dan Tabel 13 Gambar 1 memperlihatkan bahwa IPF masing-masing Kopwan penerima Perkassa semuanya masuk dalam klasifikasi baik, dengan IPF di atas 2.5 atau pencapaian 62.5%.

Terdapat 3 Kopwan yang termasuk paling sukses dalam penyaluran dana, yakni Kopwan Salima di Kabupaten OKI, dengan IPF sebesar 3.223, Kopwan Melati (3.222) di Kabupaten OKI, dan Kopwan Permata Hati (3.110) di Kabupaten Ogan Ilir, dan Kopma Wapi Sriwijaya (3.110) di kota Palembang. Performa penyaluran dana yang relatif rendah terjadi pada Kopwan Songket dan Kopwan Putra PU, keduanya di Kota Palembang, dengan IPF masing-masing sebesar 2.567 dan 2.600 atau pencapaian 65.0%, hanya sedikit di atas rata-rata 2.50. Rendahnya IPF kedua Kopwan ini lebih disebabkan kehati-hatian penyaluran dana karena bidang usaha Kopwan pada kerajinan songket dan bidang usaha Kopwan PU Putra pada jasa konstruksi. Kedua bidang usaha ini bukan usaha jangka pendek, sementara dana Perkassa lebih pada pembiayaan usaha mikro yang masa produksinya jangka pendek.


SUKSES PENGGUNAAN DANA
Langkah berikut setelah penyaluran dana adalah melihat penggunaan dana Perkassa itu sendiri. Pada Gambar 3 terlihat Kopwan penerima dana di Sumatera Selatan, pada umumnya, termasuk kategori baik dengan IPF di atas 2.5. Kategori terbaik sebanyak 4 Kopwan dengan IPF di atas 3.0 atau pencapaian 75.0%, menyusul 4 Kopwan dengan IPF 2.5-3.0, dan hanya satu Kopwan yang kategori buruk, dengan IPF 2.44, di bawah rata-rata 2.5 atau pencapaian 61.1%. Koperasi yang termasuk kategori sukses dalam penggunaan dana Perkassa adalah secara berurutan adalah Kopwan Anggrek (3.223) di Kabupaten OI, Kopwan Wapi Sriwijaya (3.223) di Kota Palembang, Kopwan Salima (3.223) di Kabupaten OKI (Kopwan Salima termasuk dalam Pola Syariah), dan Kopwan Permata Hati (3.220) di Kabupaten OI. Sedangkan yang koperasi yang kurang sukses dalam penggunaan dana Perkassa adalah Kopwan Songket (2.443) di Kota Palembang, penggunaan dana Perkassa tampaknya terkait dengan penyaluran dana. Kalau penyaluran sukses maka penggunaannya juga sukses.

SUKSES PENGEMBALIAN DANA
Langkah berikut setelah penyaluran dan penggunaan dana adalah memperlihatkan bagaimana pengembalian dana Perkassa itu sendiri. Pada Gambar 4 terlihat Kopwan penerima dana di Sumatera Selatan, pada umumnya, termasuk kategori baik dengan IPF di atas 2.5. Berbeda dengan penyaluran dan penggunaan, yang termasuk kategori terbaik dalam pengembalian dana hanya sebanyak 2 Kopwan dengan IPF di atas 3.0, menyusul 5 Kopwan dengan IPF 2.5-3.0, dan dua Kopwan yang kategori buruk, dengan IPF di bawah rata-rata 2.5. Koperasi yang termasuk kategori paling sukses dalam pengembalian dana adalah secara berurutan Kopwan Salima (3.333) di Kabupaten OKI dan Kopwan Wapi Sriwijaya (3.223) di Kota Palembang.  Sedangkan ada 2 koperasi yang kurang sukses dalam pengembalian dana Perkassa, yakni Kopwan Songket (2.333) di Kota Palembang dan Kopwan Tani Srikandi (2.443) di Kabupaten Banyuasin.  Pengembalian dana pinjaman sering menjadi persoalan karena menyangkut organisasi, manajemen, karakter manusia, bidang usaha, dan akses. Misalnya, Kopwan Songket masuk kategori kurang karena bidang usaha dan organisasi & manajemen (O&M) yang kurang baik. Sementara Kopwan Tani Srikandi berada sangat jauh dari ibukota kabupaten dimana kantor bank pelaksana, di samping sumberdaya manusia dan O&M  yang masih lemah. Akses lokasi Kopwan Tani Srikandi harus melalui jalur Sungai Musi dan melalui Kota Pelembang dengan sarana angkutan yang sangat terbatas.Berdasarkan sebaran frekuensi, kondisi pengembalian dana Perkassa dapat tergambar dari Tabel 15. Berbeda dengan pola penyaluran dan penggunaan dana Perkassa, pengembalian dana Perkassa di Sumsel menunjukkan kategori dari sangat buruk, buruk, baik, sampai sangat baik.  Berdasarkan kriteria 3T, walaupun secara umum pengembalian dana Perkassa masih dalam kategori baik, namun masih ada di antaranya menyatakan kategori buruk. Pada level koperasi pelaksana program terlihat lebih dari 75% pengembalian sesuai dengan kriteria 3T, tapi sebanyak lebih dari 11% kurang sesuai dengan kriteria 3T.

Pada level anggota, sebarannya kelihatan lebih merata daripada level koperasi. Walaupun sebanyak lebih dari 75% responden menyatakan pengembalian baik, namun kategori sangat buruk dan buruk relatif besar, 7-28%. Tampaknya, kondisi ini konsisten dengan penjelasan sebelumnya. Ketika masa pengembalian pinjaman berjalan ada penundaan untuk menjaga  cash-flow. Apalagi sifat usaha yang dibiayai usaha sangat mikro dan tidak formal dan rendahnya sanksi. Dari uraian indikator sukses pelaksanaan program Perkassa di atas, dapat dinyatakan bahwa secara umum implementasi program ini berjalan sukses. Hanya satu koperasi yang performanya rendah sesuai dengan kriteria sukses ini, yakni Kopwan Songket di Kota Palembang. Tujuan perguliran dana dalam rangka memperluas cakupan penggunaan dana oleh perempuan pengusaha lainnya akan dapat terpenuhi.  

ANALISIS POSISI KOPERASI PENERIMA PROGRAM PERKASSA 
Analisis SWOT menggunakan indikator internal dan eksternal dengan metode indeks performa indikator (IPI). Selang nilai antara -1.5 dan +1.5 dimana IPI -1.5 terburuk dan IPI +1.5 terbaik. Hasil analisis SWOT dapat menjelaskan strategi apa yang sebaiknya ditempuh agar terjadi keberlanjutan usaha akibat adanya Perkassa. Pada Tabel 16 terlihat indeks internal dan eksternal koperasi penerima Perkassa di Sumsel. Secara internal, pada umumnya posisi koperasi di Sumsel masuk dalam kategori kuat (strength) yang ditunjukkan oleh IPI yang positif. Terdapat 2 koperasi pada posisi lemah (weakness) dengan IPI negatif.  Koperasi dengan IPI positif tertinggi adalah Kopwan Putra PU (0.577), dan secara berurutan diikuti oleh Kowapi Sriwijaya (0.505), Kopwan Melati Muba (0.435), Kopwan Salima (0.415), Kopwan Songket (0.358), Kopwan Melati OI (0.301), dan Kopwan Anggrek (0.006). IPI positif ini menunjukkan bahwa secara internal, koperasi tersebut memiliki lebih besar kekuatan daripada kelemahan. Koperasi dengan IPI negatif adalah Kopwan Permata Hati (-0.020) dan Kopwan Tani Srikandi (-0.286). Artinya, secara internal, koperasi ini memiliki lebih besar kelemahan daripada kekuatan. Secara eksternal, sebanyak 6 koperasi memiliki IPI positif, yakni Kowapi Sriwijaya (0.658), Kopwan Permata Hati (0.486), Kopwan Salima (0.362), Kopwan Melati OI (0.231), Kopwan Songket (0.156), dan Kopwan Melati Muba (0.075). Artinya, keenam koperasi tersebut secara eksternal menghadapi peluang (opportunity) yang lebih besar daripada tantangan (threat). Sedangkan koperasi dengan IPI negatif sebanyak 3 koperasi, yaitu Kopwan Tani Srikandi (-0.067), Kopwan Putra PU (-0.076), dan Kopwan Anggrek (-0.409).  Berarti ketiga koperasi ini menghadapi tantangan (hambatan) lebih besar daripada peluang Hubungan faktor internal dan eksternal menampilkan posisi masingmasing koperasi. Dengan The Fourth Quadrant dan secara ”scatter plot”, sebanyak 5 koperasi berada pada Kuadrant-I (K-I) arah Timur Laut, yakni Kopwapi Sriwijaya, Kopwan Salima, Kopwan Melati OI, Kopwan Songket, dan Kopwan Melati Muba. Posisi pada K-I ini menunjukkan bahwa kelima koperasi memiliki kekuatan dan menghadapi peluang dalam operasionalnya. Semakin jauh posisinya dari titik pangkal nol, semakin baik posisi koperasi. Posisi K-2 (arah Tenggara) ditempati oleh 2 koperasi, yakni Kopwan Putra PU dan Kopwan Anggrek. Bahwa kedua koperasi walaupun memiliki kekuatan secara internal, namun secara eksternal menghadapi tantangan. Posisi K-3 (arah Baratdaya) ditempati oleh 1 koperasi, yakni Kopwan Srikandi yang berarti koperasi ini secara internal sangat lemah dan secara eksternal menghadapi tantangan yang lebih besar daripada peluang. Posisi K-4 (arah Barat Laut) ditempati oleh 1 koperasi, yakni Kopwan Permata Hati yang berarti walaupun secara internal koperasi ini lemah namun secara eksternal menghadapi peluang lebih besar daripada hambatan. 

Sumbu tegak menunjukkan eksternal (peluang dan hambatan) dan sumbu datar menunjukkan internal (kekuatan dan kelemahan). Koperasi pada KI dinyatakan sebagai posisi paling baik, progressif. Oleh karena itu strategi yang tepat adalah ekspansi bisnis dengan memperbesar usaha simpan-pinjam. Pada K-2 adalah upaya menggeser ke arah K-1 dengan strategi orientasi ke luar dengan cara mengubah tantangan menjadi peluang. Salah satunya adalah dengan diversifikasi usaha yang mendukung bisnis inti simpan-pinjam. Posisi K-3 adalah posisi terjelek dimana arah perubahan dengan dua pilihan, pertama ke K-2 atau K-4. Pada posisi ini, secara umum yang dilakukan adalah likuidasi atau merjer atau divestasi. Kalaupun strategi ini tidak dilakukan maka pembenahan ke dalam, seperti organisasi, manajemen, dan sumberdaya manusia, atau mengubah tantangan menjadi peluang adalah upaya yang harus dilakukan. Untuk itu, restrukturisasi dan revitalisasi menjadi strategi yang tepat. Pada K-4 arah perubahan adalah ke K-1. Pilihan Strategi yang umumnya berlaku adalah turn-over (putar haluan) bisnis. Apabila strategi ini tidak dilakukan maka strategi orientasi ke dalam dengan upaya memperbaiki kualitas internal, seperti organisasi, manajemen, dan sumberdaya manusia adalah langkah yang paling tepat. 

PENUTUP
Dari uraian sebelumnya dapat dinyatakan faktor-faktor eksternal dan internal  yang menjelaskan tipologi, faktor-faktor yang paling menonjol, dan posisi Kopwan dalam Program Perkassa. Secara umum, Program Perkassa di Sumatera Selatan termasuk berhasil serta dapat memajukan koperasi, khususnya Koperasi Wanita dan wanita pengusaha. Namun Program Perkassa ini lebih pada stimulan pengembangan wanita pengusaha dan Kopwan. Sejalan dengan manfaat analisis ini, pengungkapan faktor-faktor tersebut dapat menjadi masukan dalam pengambilan keputusan kelanjutan dari program ini. Model Program Perkassa ini dapat dikembangkan oleh pemerintah dan koperasi lebih luas lagi. Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan performa koperasi adalah memberikan penyuluhan secara terus menerus dan pelatihan manajemen dan organisasi yang berlanjut agar sistem Perkassa ini dapat berlanjut. Disamping itu, kebijakan pemerintah harus dikeluarkan untuk dana bergulir agar dapat kembali digunakan oleh Kopwan dan anggota untuk ekspansi bisnis.




1 komentar: